Hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut Taliziduhu Ndraha (Ndraha, 2004) terletak pada lima karakteristik
daerah otonom yakni daerah otonom sebagai masyarakat hukum, unit ekonomi
publik, lingkungan budaya, lebensraum dan subsistem bangsa. Kelima karakteristik
inilah yang mengintegrasikan daerah yang satu dengan daerah yang lain
dan mengintegrasikan daerah dengan pusat. Hal ini mengandung makna bahwa
misi otonomi daerah tidak semata-mata membangun simbol politik daerah
setempat yaitu kemandirian lokal, tetapi seperti definisi pembangunan
masyarakat menurut PBB adalah: “untuk mengintegrasikan berbagai komunitas
bangsa ke dalam suatu kehidupan bersama dan memberdayakan komunitas
itu, sehingga dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam rangka
kemajuan bersama.”
Rabu, 03 Oktober 2012
Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah
Agar dalam
penyelenggaraan otonomi daerah yang menitik beratkan pada Daerah sesuai
dengan tujuannya, seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 bahwa penyelenggaraan pemerintah daerah mempunyai
prinsip sebagai berikut:
- Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
- Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
- Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan kota, sedangkan untuk propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar daerah.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada bagi wilayah administrasi.
- Pelaksanaanh otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
- Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administratif untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
Arti Otonomi Daerah
Istilah otonomi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu outus yang berarti sendiri dan nomos
berarti undang-undang. Menurut perkembangan sejarah pemerintahan di
Indonesia, otonomi selain mengandung arti perundang-undangan juga mengandung
arti pemerintahan atau perundang-undangan sendiri (Pamudji, 1982: 45).
Sesuai dengan
Pasal 1 butir (h) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menyebutkan bahwa otonomi daerah
adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri atau aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Peran Pemerintah Daerah Dalam Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Fadilah
Putra (2001), kebijakan publik adalah sesuatu yang dinamis dan kompleks
bukannya sesuatu yang kaku dan didominasi oleh para pemegang kekuasaan
formal semata, namun kebijakan publik kembali ke makna dasar demokratiknya,
yaitu kebijakan yang dari, oleh dan untuk publik (rakyat).
Sejak lahirnya
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004, yang disempurnakan dengan Undang-Undang proses
desentralisasi menghendaki kekuasaan terdistribusi hingga ke lapisan
bawah di masyarakat. Menurut Sudantoko (2003) Desentralisasi menjanjikan
banyak hal bagi kemanfaatan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat di
tingkat lokal.
Kebijakan Publik Sebagai Proses
Dimensi paling
inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan
publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan
sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung,
saling menentukan dan saling membentuk.
Model proses
kebijakan yang paling klasik dikembangkan oleh David Easton (1984).
Easton melakukan analogi dengan sistem biologi. Pada dasarnya sistem
biologi merupakan proses interaksi antar mahluk hidup dengan lingkungannya,
yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan hidup yang relatif
stabil. Dalam terminologi ini, Easton menganalogikannya dengan kehidupan
sistem politik. Kebijakan publik dengan sistem mengandaikan bahwa kebijakan
merupakan hasil atau output dari sistem (politik). Seperti dipelajari
dalam ilmu politik, sistem politik terdiri atas input, throughput
dan output, seperti digambarkan sebagai berikut:
Model-Model Implementasi Kebijakan Publik
Dimensi paling
inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan
publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan
sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung,
saling menentukan dan saling membentuk.
Dalam bukunya
Public Policy, Riant Nugroho (2009, 494-495) memberi makna implementasi
kebijakan sebagai “cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Tidak lebih dan tidak kurang”. Ditambahakan pula, bahwa untuk mengimplementasikan
kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu: langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan
derivat atau turunan dari kebijakan publik tesebut. Secara umum dapat
digambarkan sebagai berikut:
Model-Model Formulasi Kebijakan Publik
Proses pembuatan
kebijakan merupakan proses yang rumit. Oleh karena itu, beberapa ahli
mengembangkan model-model perumusan kebijakan publik untuk mengkaji
proses perumusan kebijakan agar lebih mudah dipahami. Dengan demikian,
pembuatan model-model perumusan kebijakan digunakan untuk lebih menyederhanakan
proses perumusan kebijakan yang berlangsung secara rumit tersebut.
- Model Sistem
Paine dan Naumes
menawarkan suatu model proses pembuatan kebijakan merujuk pada model
sistem yang dikembangkan oleh David Easton. Model ini menurut Paine
dan Naumes merupakan model deskripitif karena lebih berusaha menggambarkan
senyatanya yang terjadi dalam pembuatan kebijakan.
Menurut Paine
dan Naumes, model ini disusun hanya dari sudut pandang para pembuat
kebijakan. Dalam hal ini para pembuat kebijakan dilihat perannya dalam
perencanaan dan pengkoordinasian untuk menemukan pemecahan masalah yang
akan (1) menghitung kesempatan dan meraih atau menggunakan dukungan
internal dan eksternal, (2) memuaskan permintaan lingkungan, dan (3)
secara khusus memuaskan keinginan atau kepentingan para pembuat kebijakan
itu sendiri.
Dengan merujuk
pada pendekatan sistem yang ditawarkan oleh Easton, Paine dan Naumes
menggambarkan model pembuatan kebijakan sebagai interaksi yang terjadi
antara lingkungan dengan para pembuat kebijakan dalam suatu proses yang
dinamis.
Pengertian Kebijakan Publik
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7).
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Minggu, 12 Agustus 2012
Raja Lakidende
Fakta ilmiah hasil penelitian Basrin Melamba, Raja Lakidende ada dua orang sosok berbeda yang hidup dengan zaman yang berbeda hanya menggunakan nama besar yang sama. Nama yang sama tapi sosok dan zaman yang berbeda.
Sosok Raja Lakidende menurut Basrin ada dua yaitu Raja Lakidende I tahun 1400 Masehi dan Raja Lakidende II tahun 1700 Masehi, Sesuai Tulisan Belanda di arsip nasional yakni arsip Stamboon van Konawe 1928 dan diperkuat dari kesaksian oleh turunan yang ahli di bidang silsilah di kerajaan Konawe.
Senin, 06 Agustus 2012
Orang tolaki Takut Menggunakan Bahasa Sendiri
Sangat
disayangkan masih banyak orang Tolaki sendiri yang bermental takut menggunakan
bahasanya sendiri. Rasa takutnya karena kemungkinan takut salah atau takut
me-nyinggung perasaan orang yang diajak bicara, bahkan ada perasaan gengsi
mengunakan bahasa Tolaki sebagai bahasa pergaulan. Ketakutan itu sebenarnya
jangan jadi masalah sebab, bagaimana akan mampu berbicara bahasanya sendiri,
jika tidak digunakan dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari. Ada tiga elemen yakni
birokrat, masyarakat dan pendidik yang mestinya lebih banyak memberikan
perhatian khusus untuk tetap membiasakan bicara bahasa Tolaki dalam kehidupan
dan pergaulansehari-hari “Jangan hanya menggunakan bahasa Tolaki sebagai
seremonial semata, yakni pada peringatan tertentu saja, penyambutan tamu,
demi-kian pula para birokrat, hendaknya memegang aturan yang telah di
instruksikan kepada stafnya yang sifatnya hanya waktu itu saja dan kemudian
terhenti, jadi jangan seremonial saja.
Minggu, 05 Agustus 2012
Gambaran Umum Sultra
A. GEOGRAFIS
DAN BATAS WILAYAH
1. Letak
Giografis
Propinsi sulawesi tenggara terletak di
jazirah Tenggara pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis
khatulistiwa, memanjang dari Utara ke Selatan diantara 30-60 lintang Selatan dan
membentang dari Barat ke Timur diantara 1200 45 – 1240 30
Bujur Timur. Propinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi
Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tengah, di seblah Selatan berbatasan dengan
Propinsi NTT dan laut Flores, sebelah Barat berbatasan
dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Teluk Bone.
2. Luas
Wilayah
Propinsi Sulawesi
Tenggara mencakup daratan (jazirah) pulau Sulawesi
dan kepulauan, yang memiliki wilayah daratan seluas 38.140 KM2 Ha dan wilayah
perairan (laut) diperkirakan seluas 110.000 KM2 Ha.
Manusia minus
Tujuan penciptaan manusia, ingat ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Manusia bertugas menyuburkan bumi dengan menjalankan syariat. Untuk menjalankan tugasnya itu manusia dilengkapi dengan perangkat yang sempurna. Perangkat itu dianugerahkan Allah secara bertahap, agar manusia dapat memiliki waktu untuk mengembangkan potensinya itu.
Langganan:
Postingan (Atom)