Minggu, 05 Agustus 2012

Gambaran Umum Sultra



A.   GEOGRAFIS DAN BATAS WILAYAH
1.    Letak Giografis
Propinsi sulawesi tenggara terletak di jazirah Tenggara pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari Utara ke Selatan diantara 30-60 lintang Selatan dan membentang dari Barat ke Timur diantara 1200 45 – 1240 30 Bujur Timur. Propinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tengah, di seblah Selatan berbatasan dengan Propinsi NTT dan laut Flores, sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Selatan dan Teluk Bone.
2.    Luas Wilayah
Propinsi Sulawesi Tenggara mencakup daratan (jazirah) pulau Sulawesi dan kepulauan, yang memiliki wilayah daratan seluas 38.140 KM2 Ha dan wilayah perairan (laut) diperkirakan seluas 110.000 KM2 Ha.

Secara administrative propinsi sulawesi tenggara terdiri atas 12 wilayah Kabupaten / Kota yaitu : Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Wakatobi, Kota Kendari dan Kota Bau-Bau, Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Buton Utara. Luas wilayah untuk masing-masing Kabupaten tersebut adlah sebagai berikut :
ü  Kabupaten Buton ± 2.681,22 KM2
ü  Kabupaten muna ± 2.745,05 KM2
ü  Kabupaten Konawe ± 5.302,86 KM2
ü  Kabupaten konawe selatan ± 5.779,47 KM2
ü  Kabupaten Bombana ± 3.391,67 KM2
ü  Kabupaten kolaka utara ± 3.001 KM2
ü  Kabupaten Wakatobi ± 559.54 KM2
ü  Kabupaten Kolaka ± 6.918,33 KM2
ü  Kabupaten Konawe utara ± 3.391,67 KM2
ü  Kabupaten Buton Utara ± 1.864,91
ü  Kota Kendari ± 300,89 KM2
ü  Kota Bau-Bau ± 221 KM2S


3.    Geologis
      Kondisi batuan wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara ditinjau dari sudut geologis, terdiri atas batuan sedimen,batuan metamorfosis dan batuan beku. Dari ketiga jenis batuan tersebut yang terluas adalah batuan sedimen seluas 2.878.790 ha (75,47 persen).
      Dari jenis tanah, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki enam jenis tanah, yaitu tanah podzolik seluas 2.394.698 ha atau 62,79 persen dari luas tanah Sulawesi Tenggara, tanah mediteran seluas 839.078 ha (22,00 persen), tanah organosol seluas 111.923 ha (2,93 persen),jenis tanah alluvial seluas 117.830 ha (3,03 persen).

4.    Perairan (Sungai dan Laut)
      Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beberapa sungai yang tersebar di empat kabupaten. Sungai-sungai tersebut pada umumnya memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai sumber energi, untuk kebutuhan industri dan rumah tangga dan juga untuk irigasi.
      Sungai besar seperti Sungai Konaweha yang terletak di Kabupaten Kendari memiliki debit air ± 200 m3/detik, dan berdiri sebuah bendungan Wawotobi yang mampu mengairi persawahan di daerah Kabupaten Kendari seluas 18.000 ha. Selain itu masih banyak pembangunan dan pengembangan irigasi seperti Sungai Lasolo di Kabupaten Konawe,Sungai Roraya dan Sungai Sampolawa di Kabupaten Bombana (Kecamatan Rumbia, Poleang dan sampolawa),Sungai Wandasa dan sungai kabangka Balano di kabupaten Muna,serta sungai Laeya di Kabupaten Kolaka

5.    Oceeanografi

Provinsi Sulawesi Tenggara dari sudut oceeanografi memiliki perairan (laut)yang sangat luas . Luas perairan profvinsi Sulawesi tenggara di perkirakan mencapai 110.000 km atau 11.000.000 ha .
Perairan tersebut sangat potensial untuk pengembamgan usaha perikanan dan pengembangan Wisata Bahari,karena di samping memiliki bermacam-macam hasil ikan,memiliki panorama laut yang sangat indah.
Beberapa jenis ikan hasil perairan laut Sulawsi Tenggara yang banyak                   di tangkap oleh nelayan di daerah ini adalah : Cakalang, Teri, Layang, Kembung, Udang, dan masih banyak lagi jenis ikan yang lain. Disamping ikan ,juga terdapat hasil laut lainnya seperti :Teripang, Agar - agar, Japing - japing, Lola, Mutiara dan sebagainya.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh ahli kelautan Indonesia dan Luar negeri menunjukan bahwa Buton Timur (Kepulauwan tukang besi)memiliki potensi perairan untuk Wisata Bahari yang sangat indah bila di bandingkan dengan daerah-daerah Wisata Bahari lainnya di Indonesia.

6.    Musim

            Keadaan musim di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara,umumnya sama seperti di di daerah-daerah lainnya di Indonesia yang mempunyai dua musim,yakni musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan November dan Maret,di mana angin barat yang bertiup dari asia dan samudra pasifik banyak mengandung uap air.Musim kemarau terjadi antara Bulan Mei dan Oktober, dimana angin Timur yang bertiup dari Australia sifatnya kering dan tidak mengandung uap air.

Khusus pada bulan April, di Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara arah angin tidak menentu, demikian pula curah hujan, sehingga pada bulan ini di kenal sebagai bulan /musim pancaroba.

7.    Curah hujan
            Curah hujan di Wilayah ini umumnya tidak merata hal ini menimbulkan adanya wilayah daerah basah dan wilayah daerah semi kering.Wilayah daerah basah mempunyai curah hujan lebih dari 2.000 mm pertahun,daerah ini meliputi wilayah sebelah Utara garis Kendari – Kolaka dan bagian Utara Pulau Buton dan Pulau Wawonii.Sedangkan daerah semi kering mempunyai curah hujan dari 2.000 mm pertahun, daerah ini meliputi wilayah sebelah Selatan garis Kendari-Kolaka dan wilayah kepulauan di sebelah selatan dan Tenggra jazirah Sulawesi Tenggara.
           
8.    Suhu Udara
      Tinggi rendahnya suhu udara pada suatu tempat antara lain di pengaruhi oleh posisi dan ketinggian tempat tersebut dari permukaan laut,makin tinggi posisi suatu tempat dari permukaan laut akan semakin rendah suhu udara dan sebaliknya. Karena wilayah daratan Sulawesi Tenggara mempunyai ketinggian umumnya di bawah 1.000 meter dari permukaan laut dan berada di sekitar daerah Khatulistiwa,maka Provinsi ini beriklim tropis.


B.   PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

1.1.        Jumlah dan laju Pertumbuhan Penduduk
Tahun 1980 jumlah penduduk sulawesi tenggara sekitar 942.302 jiwa, pada tahun 1990 meningkat menjadi 1.349,619 jiwa. Berdasarkan hasil pencatatan terakhir melalui survey ekonomi nasional (Susenas) BPS 2007, penduduk Sulawesi Tenggara adalah 2.001,818 jiwa. Dengan demikian laju petumbuhan penduduk sulawesi tenggara pada kurun waktu 1990-2000 adalah 2.79 persen pertahun dan pada kurun waktu tahun 2000 – 2007 menjadi 1,48 %.

1.2.        Persebaran Penduduk
Jumlah Penduduk Sulawesi Tenggara tahun  2007 sebanyak 2.031.532 jiwa tercatat Kabupaten Kolaka ± 278.829 jiwa, Kabupaten Konawe ± 224.345jiwa, Kabupaten Muna ± 243.397 jiwa, Kabupaten Buton ± 275.666 jiwa, Kabupaten Konawe Selatan ± 237.918jiwa, Kabupaten Kolaka Utara ± 94.497 jiwa, Kabupaten Wakatobi ± 99.492 jiwa, Kabupaten Bombana ± 108.231 jiwa, Kabupaten Kendari ± 251.477 jiwa, Kabupaten Bau-Bau ± 124.609 jiwa, Kabupaten Buton Utara ± 48.184 jiwa, Kabupaten Konawe Utara ± 44.887 jiwa.

1.3.        Angkatan Kerja
Gambaran keadaan tenaga kerja (angkatan kerja dan bukan angkatan kerja) di Sulawesi Tenggara terlihat bahwa jumlah usia kerja pada tahun 2006 sebanyak 1.388.310 orang, kemudian meningkat menjadi 1.417.235orang pada tahun 2007, dengan demikian  terjadi kenaikan sebesar 2,08 persen. Dari jumlah penduduk usia kerja pada tahun 2007 tersebut, terdapat 955.463 orang merupakan angkatan tenaga kerja yang terdiri dari 93,60 persen bekerja dan 6,40 persen merupakan pencari kerja          ( pengangguran terbuka). Sementara yang tergolong bukan angkatan kerja sebanyak 461.472 orang atau sekitar 32,56 persen dari total penduduk            usia kerja.
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) menuruut jenis kelamin menunjukkan bahwa TPAK laki-laki jauh lebih tinggi 31.691 orang dari TPAK wanita 20.010. TPAK tahun 2006 secara keseluruhan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2007. Ditinjau dari lapangan kerja utama penduduk Sulawesi Tenggara terlihat bahwa sector pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja. Dari jumlah 894.601  orang dengan status bekerja, 57,25 persen bekerja di sektor pertanian. Sector lain yang cukup besar menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan sektor jasa.

C.   PEMERINTAHAN

Wilayah administrasi Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara dengan ibukota Kendari terdiri delapan Kabupaten dan dua kota. Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara dari tahun ke tahun melakukan pemekaran wilayah Kecamatan dan Desa / Kelurahan pada masing-masing Kabupaten / Kota.
Tahun 2008 wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara di bagi kedalam 187 kecamatan yang membawahi 1.908 desa/UPT/kelurahan, dengan rincian sebagai berikut :
a.    Daerah Kabupaten Buton
Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Buton dengan ibukota Pasar Wajo terdiri atas 24 Kecamatan dan 179 Desa dan                29 Kelurahan.
b.    Daerah Kabupaten Muna
Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Muna dengan ibukota Raha terdiri atas 23 kecamatan dan 237 desa dan 29 kelurahan
c.    Daerah Kabupaten Kendari (Konawe)
Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe dengan ibukota Unaaha dibagi mejadi 26 kecamatan dan 240 desa dan                55 kelurahan.
d.    Daerah Kabupaten Kolaka
Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka dengan ibukota kolaka dibagi 20 kecamatan dan 168 desa dan 45 kelurahan.
e.    Daerah Kabupaten Buton Utara
Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara dengan ibu kota Buton  dibai 6 kecamatan dan 50 desa dan 7 kelurahan.
f.     Daerah Kabupaten Konawe Utara
Wilayah Administrasi Kabupaten Konawe Utara di bagi 7 kecamatan, 96 desa dan 7 kelurahan
g.    Daerah Kota Kendari
Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Kota Kendari dengan ibukota Kendari terdiri atas 10 kecamatan dibagi 64 kelurahan.
h.    Daerah Kota Bau-Bau
Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Bau-Bau dengan ibukota           Bau-Bau yang terdiri atas 7 kecamatan dibagi menjadi 41 kelurahan
i.      Kabupaten Konawe Selatan
Wilayah Adminisrasi Pemerintah Daerah Kab. Konawe Selatan dengan             ibukota andoolo yang terdiri dari 22 kecamatan dibagi menjadi 293 desa 10 kelurahan
j.      Daerah Kabupaten Bombana
Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Kab. Bombana dengan ibukota Rumbia terdiri dari 22 kecamatan dibagi menjadi 119 desa dan 22 kelurahan
k.    Daerah Kabupaten Kolaka Utara
Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Utara dengan ibukota Lasusua yang terdiri dari 15 kecamatan dibagi menjadi 111 desa dan 6 kelurahan
l.      Daerah kabupaten wakatobi
Wilayah administrasi pemerintah Daerah kabupaten wakatobi dengan ibukotanya wanci terdiri dari 8 kecamatan dibagi menjadi 75 desa dan               25 kelurahan

D.   SEJARAH SINGKAT  TERBENTUKNYA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
  1. Sebelum zaman Pemerintahan Hindia belanda dahulu, Di Sulawesi Tenggara sudah terdapat kerajaan-kerajaan merdeka yang terdiri dari :
a)    Kerajaan Konawe dan Kerajaan Mekongga
b)    Kerajaan Wolio dan Kerajaan Muna di Kepulauan Buton
masing-masing terletak dijazirah Tenggara pulau Sulawesi Tenggara.             Kerajaan - Kerajaan tersebut selama Pemeintahan Hindia Belanda berkuasa di Sulawesi Tenggara masih tetap ada sampai zaman Kemerdekaan RI dan berakhir secara dejureh pada tahun 1960 berdasarkan undang-undang Nomor. 29 Tahun 1959 pada tahun 1940 Kerajaan Laiwoi (Konawe) dan Kesultanan Buton (minus Wilayah hadat mekongga) pada waktu itu termasuk Kerajaan Luwuk dibentuk sebagai salah satu daerah administratif yang disebut afdeling Buton dan Laiwoi ditetapkan oleh Gubernur Timur Besar (gouverneur van groote osst) tanggal 24 februari 1940 nomor 21 tahun 1940.
Berdasarkan Penetapan Gubernur Timur Besar tersebut, maka Sulawesi Selatan dibagi dalam 7 (tujuh) afdeling dan salah satu diantaranya adalah afdeling Buton dan Laiwoi ibukota Bau-Bau ketika onder afdeling tersebut dikepalai oleh seorang kontoleur Belanda, berakhir sampai fase pendudukan Jepang pada tahun 1942 sampai dengan 1945.
  1. Masa Kemerdekaan Indonesia
Pada tahun 1948 afdeling Buton dan Laiwoi dipindahkan kembali dari Kendari ke Bau-Bau dibawah kekuasaan Pemerintahan Hadat Se-Sulawesi Selatan dengan pucuk pemerintahan collegial (hadat tinggi) kemudian berubah menjadi Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan lengkap dengan Dewan Pemerintahannya dan akhirnya dilikuidasi, dan tugas-tugasnya dikembalikan kepada Gubernur Sulawesi.
Tugas kontroleur pada bekas – bekas onder afdeling Daerah Sulawesi Tenggara dijalankan oleh pejabat pamong praja yang disebut Kepala Pemerintah Negeri (KPN) dan wilayah-wilayah onder afdeling disebut kewedanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 34 tahun 1922, Daerah Sulawesi Selatan dibubarkan dan dibentuk 7 daerah swuantantra yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri dan salah satu diantaranya adalah Daerah Sulawesi Tenggara ibukotanya Bau-Bau. Daerah Swatantra Sulawesi Tenggara sebagai daerah otonom tingkat dua wilayah meliputi onder afdeling Buton, Muna, Kendari dan Kolaka dengan mempunyai DPRS 23 orang  yang disebut Dewan Perwakilan Sementara.

  1. Proses Pembentukan
Rakyat Sulawesi Tenggara menyadari bahwa untuk untuk kelancaran jalannya roda pemerintahan dan pelaksanaan Pembangunan Daerah guna untuk mencapai tujuan  pembangunan yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mangalami hambatan jika ibu kota Provinsi berada di Makassar mengingat jarak terlalu jauh, hubungan kurang lanjar bahkan terputus sama sekali, alat – alat transportasi masih sangat kurangan bahkan hubungan antara  4 ( empat )  Kabupaten dalam lingkungan Sulawesi Tenggara sukar dilakukan, disamping farto keamanan                      belum terjamin.
Kegiatan – kegiatan yang dilakukan Tokoh – Tokoh masyarakat memperjuangkan di bentuknya  Sulawesi Tenggara menjadi satu Provinsi adalah sebagai berikut :
a)    Perjuangan awal pembentukan Provinsi dimulai oleh persatuan masyarakat Indonesia Sulawesi Tenggara ( Permaist ) tahun 1950 yang diketua oleh Yakup Silondae dengan mengkondisikan adanya suatu daerah  jazirah Sulawesi Tenggara yang senasib sepenanggungan baik dalam pendidikan, pembangunan, pemerintahan dan sebagainya, jadi memupuk rasa persaudaraan dari suatu daerah tersendiri atau suatu geografi yang mengikat masyarakat tersebut ( Afdeling Buton dan Laiwoi ditambah Onder Afdeling Kolaka )
b)    Semangat permais diterusakan sampai ketika RI akan mengadakan pemilihan umum tahun 1955 dan memperjuangkan agar Sulawesi Tenggara   menjadi suatu daerah pemilihan terpisah dari Sulawesi Selatan, bahkan menjadi setingkat. Panitia pemilihan menyetujui dan terbentuklah dewan pemilihan Sulawesi Tenggara tersendiri setingkat Sulawesi Selatan sehingga mempunyai wakil - wakil tesendiri. Ini embrio pertama terpisahnya Sulawesi Tenggara dari Sulawesi Selatan secara politis dan konstitusional
c)    Pada tanggal 17 pebruari 1957 dilakukan pertemuan antara pemuka masyarakat dari Buton. Muna, Kolaka, Bungku / Mori dan Luwuk Banggai bertempat diruang belajar MP ( Gedung SMA Negeri ) jalan umum Bawakaraeng No. 39 Makassar dan dicapai kesepakatan yaitu :
-          Membentuk Badan Pemerintah Daerah Tingkat I yang meliputi               wilayah - wilayah Sulawesi Tenggara, Bungku/Mori dan Luwuk Banggai dengan nama badan penuntut Provinsi Sulawesi Timur yang diketuai oleh saudara Ngitung dari Luwuk Banggai
-          Menetapkan cara garis besar tuntutan yang diajukan kepada pemerintah yang dilengkapi dengan bahan - bahan yang diperlukan.
-          Memberi tugas kepada badan tersebut untuk menampung dan mengkoordinir tututan dan kegiatan yang dilakukan di daerah – daerah dan memberikan mandat kepada badan tersebut untuk menyampaikan tuntutan pembentukan Provinsi dimaksud kepada pemerintah baik dengan jalan perundingan maupun secara tertulis. Badan ini pada bulan pebruari 1957 menyampaikan tuntutannya kepada menteri antara daerah RI ( F.lombangtobing ) dalam pertemuan khusus diruang rapat gubernur sulawesi di Makassar ( Gubernur Sulawesi saat itu dijabat oleh Andi Pangerang Pettarani ). Menteri Antar Daerah RI menjelaskan bahwa pembentukan Provinsi Timur masih dilakukan proses lebih lanjut.
d)    Pada tanggal 22 Oktober 1958, diutus pula  Delegasi Sulawesi Tenggara yang di tugaskan menyampaikan  tuntutan realisasi Resident coordinator Sulawesi Tenggara Sesuai  Surat Keputusan Menteri dalam Negeri No 20/2/9 tangggal 20 Februari 1958, serta  tuntutan pembentukan Provinsi Sulawesi Timur. Delegasi menemui Menteri Dalam Negeri diruang kerjanya yang dijabat oleh Sanusi Harja Dinata menugaskan sebagai berikut :

a.    Realisasi  Residen Koordinasi Sulawesi Tenggara saat  itu dijabat La Ode Manarfa. Persoalan yang masih harus diselesaikan adalah penetapan Residen Koordinator  masih menunggu pendapat  atau usulan dari  Gubernur  Sulawesi.
b.    Pada bulan September 1959 diadakan musyawarah Pimpinan Pemerintah Swapraja dan tokoh-tokoh masyarakat se Sulawesi Tenggara bertempat  di sekolah  Tionghoa jalan  RE. Martadinata Kendari. Musyawarah tersebut berhasil mengeluarkan pernyataan  menuntut realisasi Residen  Koordinator  Sulawesi Tenggara  serta membentuk Provinsi Sulawesi  Timur ( minus Luwuk banggai ) dan tim musyawarah memberikan mandat kepada Anggota  MPRS asal Sulawesi Tenggara masing-masing :
1)    Edy Sabara
2)    Yakub Silondae
Yang dibantu oleh tokoh-tokoh masyarakat antara lain :
1)    La Ode Hadi
2)    Ahmad Syaifuddin
3)    Drs. La Ode Manarfa.

Untuk memperjuangkan  di Lembaga  Tertinggi Negara ( MPR)  dan kepada Pemerintah Pusat.
-          Hasilnya keluarlah Tap. MPRS Nomor : XI/MPRS/1960 menetapkan bahwa Sulawesi di bagi menjadi 4 ( empat ) Daerah Tingkat 1 yang memberikan landasan  kuat untuk melanjutkan perjuangan.
-          Selanjutnya Tap. MPRS tersebut disosialisasikan oleh Yakub Silondae dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya sampai pada tanggal 11 Juni 1963 se - Sulawesi Tenggara bertempat pada Eks. Istana Raja Kendari jalan Jenderal Panjaitan Kendari dengan mengeluarakan keputusan sebagai berikut :
a)    Menuntut segera dilaksanakan realisasi pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara sesuai Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1960.
o   Tuntutan membentuk sulawesi timur, menteri menyatakan akan mengajukan kepada kabinet dan bila di setujui baru di persiapkan penyelesaian rancangan undang-undang pembentukannya.
o   Selanjutnya dimintakan persetujuan DPR RI untuk ditetapkan menjadi undang-undang.
Delegasi dari pemuka-pemuka masyarakat tersebut adalah                    pejabat-pejabat atau pegawai – pegawai negeri dengan susunan keanggotaan sebagai berikut :
1.    La Ode Sabora Kepala Jawatan Penerangan Kabupaten, selaku Ketua
2.    La Ode Abd. Azis Kepala Distrik Wangi-Wangi, selaku Anggota
3.    La Ode Muslim Kepala Perikanan Laut, selaku Anggota
4.    La Muhammad Kepala Bagian Kepala Politik Kabupaten selaku Anggota
5.    La Ode Malim Pegawai Departemen Dalam Negeri selaku Anggota

Sebelum menemui Menteri Dalam Negeri delegasi ini terlebih dahulu mengadakan pertemuan dan pendapat suport dari tokoh-tokoh masyarakat Sulawesi Tenggara yang berada di Jakarta.
Pada tanggal 21 oktober 1958 Saudara La Ode Sabora dan                                  La Ode Abd. Azis mengunjungi Dewan Nasional dan diterima oleh                     J.K. Tumakaka yang kebetulan berasal dari Bungku / Mori dan beliau memberikan dukungan dan turut menyetujui, hanya tersirat dalam penjelasan bahwa ditinjau secara psikologis distrik Bungku / Mori lebih baik tetap dalam Wilayah Sulawesi Tengah
b)    Mempersiapkan bahan-bahan perjuangan yang dilengkapi dengan data-data, kemampuan potensi dan keadaan daerah yang akan disampaikan kepada pemerintah.
c)    Membentuk delegasi Sulawesi Tenggara yang diberi mandate menyampaikan tuntutan kepada Pemerintah. Pada bulan Agustus 1963 delegasi yang diberi mandat menyampaikan tuntutan yang diberi mandat menyampaikan tuntutan yang dimaksud kepada pemerintah yaitu :
1.    Kolonel Edy Sabara      Selaku Pendamping
2.    Drs. Abd. Silondae        Selaku Ketua
3.    La Ode Abd. Halim        Selaku Wakil Ketua
4.    Sikala Pidani                  Selaku Anggota
5.    La Ode Muh. Arsyad     Selaku Anggota
6.    Muh. Said                        Selaku Anggota
7.    La Tobulu                                    Selaku Anggota
8.    A. Muharram                   Selaku Anggota
9.    Abd. Majid                       Selaku Anggota
10. La Ode Rasyid                Selaku Anggota Tambahan (ditunjuk oleh delegasi)
11. La Ode Abd. Azis           Selaku Sekretaris

Berangkat dari Kendari ke Makassar melaporkan penugasannya                        kepada Gubernur Sulawesi Selatan Tenggara. A.A.Rifai dan Panglima Kodam XIV Hasanuddin, Kolonel M. Yusuf berangkat ke Jakarta. Pada  tanggal 21  Agustus 1963 Delegasi diterima  oleh  Menteri Dalam Negeri IPIK GANDAMANA di dampingi  oleh ENI Karim   Pembantu Mentri  Dalam Negeri Bidang  Pemerintahan  Umum dan J. Wayong Pembantu Menteri Dalam Negeri  Bidang  Otonomi  Daerah  bertempat di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut  Delegasi menuntut agar pembentukan  Daerah  Sulawesi Tenggara  dapat dilakukan selambat-lambatnya 1 Januari 1964.
Tuntutan tersebut mendapat tanggapan dari Menteri  Dalam Negeri dengan memberikan penjelasan bahwa rancangan Undang-Undang pembentukan Daerah Tingkat I dimaksud telah disiapkan oleh Departemen Dalam Negeri dan untuk merampungkannya perlu ditegaskan batas-batas Wilayah dan ibukotanya. Delegasi menyatakan, bahwa batas daerah disesuaikan dengan batas wilayah Presiden Koordinator Sulawesi Tenggara, sedangkan ibukota belum diambil residen. Oleh karena itu Menteri Dalam Negeri meminta agar delegasi kembali mengadakan musyawarah guna menetapkan kedudukan ibukota karena didalam Undang-Undang harus dicantumkan.
Setelah delegasi memusyawarahkan, maka pada hari sabtu tanggal 24 Agustus 1963 delegasi kembali menghadap Menteri Dalam Negeri dirumah kediamannya dengan menyampaikan bahwa sesuai hasil musyawarah delegasi Kota Kendari diusulkan sebagai ibukota Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara. Pada kesempatan ini Menteri Dalam Negeri menegaskan kepada delegasi bahwa dalam waktu dekat sudah dapat mengajukan rancangan Undang-Undang pembentukan daerah tingkat dalam sidang kabinet yang selanjutnya akan diteruskan pada DPRGR RI.
Dalam suasana berlangsungnya tuntutan rakyat untuk membentuk Daerah Tingkat I terdapat pula kebijakan pemerintah merealisasikan Residen koordinator Sulawesi Tenggara kepada Bupati Malajong Daeng Lawang bertempat dikantor Residen Koordinator Sulawesi Tenggara di Makassar pada tanggal 21 Juni 1960. selanjutnya kantor residen koordinasi Sulawesi Tenggara bertempat di Kendari.
Pejabat Residen Koordinator Sulawesi Tenggara Malajong DG Lawang menyerahkan tugas jabatannya kepada  Bupati Konggoasa  selaku pelaksana  Residen Koordinator.


Atas perjuangan maksimal tokoh-tokoh masyarakat Sulawesi Tenggara akhirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara terbentuk berdasarkan Perpu Nomor 2 Tahun 1964 Jo. Undang – Undang Nomor. 13 Tahun 1964 tanggal 23 September 1964.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut diatas, maka Gubernur Sulawesi Selatan Tenggara Kol. A.A.Rifai menyerahkan Pimpinan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara kepada pejabat Gubernur J.wayong pada tanggal 27 April 1964 bertempat digedung Wekoila Kendari.
Peristiwa bersejarah ini diabadikan dan ditetapkan sebagai hari lahirnya Propinsi Sulawesi Tenggara. Sejak pembentukan Daerah Sulawesi Tenggara Tahun 1964 hingga Tahun 2004 telah terjadi penggantian Pimpinan Pemerintahan yaitu :
1.    J. wayong                                    1964-1965
2.    La Ode Hadi                                1965-1966
3.    Kol.H. Edy Sabara                     1967-1972 (priode 1)
1972-1977 (priode II)
1977-1978 (karateker)
4.    Drs. H. Abd. Silondae               1978-1981
5.    Maijen. H. Edy Sabara              1981-1982 (karateker)
6.    Ir. H. Alala                                    1982-1987 (priode I)
1987-1991 (priode II)
7.    Drs. H. La Ode Kaimuddin       1992-1997 (priode I)
1997-2003 (priode II)
8.    Ali Mazi, SH                                2003-2008
9.    H. Nur Alam, SE                         2008-sekarang

Demikian sejarah singkat terbentuknya Propinsi Sulawesi Tenggara.

Tidak ada komentar: